Peristiwa turunnya
al-Quran di bulan Ramadhan setiap tahun senantiasa diperingati, begitu pula
tahun ini seperti yang marak dilakukan pada hari-hari ini. Peringatan itu
dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas diturunkannya al-Quran. Ramai dan semaraknya
peringatan Nuzulul Quran di negeri ini patut mendapat apresiasi. Namun tentu
saja peringatan itu tidak boleh berhenti hanya sebatas seremonial semata
seperti yang terlihat selama ini.
Pengkerdilan Al-Quran
Seruan “membumikan al-Quran” oleh orang-orang
liberal dimaknai sebagai reaktualisasi al-Quran. Reaktualisasi al-Quran
dimaknai bahwa kandungan al-Quran harus ditafsirkan sedemikian rupa hingga
sejalan dengan realitas aktual. Agar al-Quran sejalan dengan perkembangan zaman
modern maka harus ditafsirkan ulang supaya bisa sesuai dengan perkembangan
zaman. Dengan pemaknaan seperti itu akhirnya al-Quran ditundukkan pada
perkembangan zaman. Bagaimana mungkin al-Quran justru ditundukkan pada realitas
rusak saat ini, padahal al-Quran itu diturunkan untuk menjadi petunjuk hidup
umat manusia?
Bahkan ada yang lebih lancang dengan menggugat
keaslian al-Quran. Ada juga yang menuduh bahwa al-Quran itu tidak lepas dari
ucapan dan pengungkapan Muhammad yang tidak bisa dilepaskan oleh pengaruh
konteks zamannya. Seruan dan tuduhan seperti itu pada akhirnya justru akan
merusak keyakinan umat akan kesucian al-Quran dan bahwa al-Quran itu merupakan
wahyu dari Allah SWT baik lafazh maupun isinya sehingga pasti benar. Tak
diragukan lagi bahwa seruan seperti itu bukan mendekatkan kepada al-Quran tapi
sebaiknya justru menjauhkkan umat dari al-Quran. Sayangnya seruan yang berasal
dari para orientalis itu justru diusung orang muslim yang dianggap intelektual.
Tentu saja seruan itu dan semacamnya harus diwaspadai oleh umat siapapun yang
membawanya.
Disamping semua itu, juga ada beberapa sikap
keliru terhadap al-Quran. Kadang kala yang terjadi adalah mistikasi al-Quran.
Al-Quran diangap sebagai ajimat pengusir setan. Padahal, al-Quran diturunkan
sebagai petunjuk bagi umat manusia, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda
antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan
tercela.
Begitu juga, sudah mentradisi, setiap tahun
turunnya al-Quran dirayakan secara seremonial. Al-Quran dibaca dan didendangkan
dengan merdu di arena MTQ, tadarusan al-Quran juga marak, dsb. Namun sayang,
aktivitas tersebut belum diikuti dengan pemahaman atas maksud diturunkannya
al-Quran. Al-Quran yang diturunkan sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi
oleh umat manusia, justru dijauhkan dari kehidupan.
Al-Quran merupakan kalamullah dan membacanya
merupakan ibadah. Betul, bagi seorang Muslim, sekadar membacanya saja berpahala
(Lihat: QS al-Fathir [35]: 29), bahkan pahala itu diberikan atas setiap huruf
al-Quran yang dibaca. Akan tetapi, yang dituntut oleh Islam selanjutnya adalah
penerapan atas apa yang dibaca. Sebab, al-Quran bukan sekedar bacaan dan
kumpulan pengetahuan semata, tetapi petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak
hanya sekadar dibaca dan dihapalkan saja, melainkan juga harus dipahami dan
diamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sering kita mendengar pernyataan bahwa
al-Quran adalah pedoman hidup. Tetapi nyatanya al-Quran tidak dijadikan sebagai
sumber hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran hanya diambil aspek moralnya
saja sementara ketentuan dan hukum-hukumnya justru ditinggalkan.
Semua sikap itu sering diklaim sebagai sikap
mengagungkan al-Quran. Disadari atau tidak semua sikap itu masih terjadi di
tengah masyarakat. Padahal sesungguhnya sikap-sikap itu bukan bentuk
pengagungan terhadap al-Quran, tapi sebaliknya justru pengkerdilan terhadap
al-Quran. Bahkan boleh jadi semua itu termasuk sikap yang diadukan oleh
Rasulullah saw dalam firman Allah SWT:
] وَقَالَ الرَّسُوْلُ
يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا [
Dan berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang
diabaikan" (QS. al-Furqan [25]: 30)
Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr
al-Qurân al-’Azhîm, mencontohkan sikap hajr al-Qurân (meninggalkan
atau mengabaikan al-Quran). Diantaranya adalah menolak untuk mengimani dan
membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat
kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan;
tidak mentadabburi dan memahaminya. tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan
larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa
syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang
diambil dari selain al-Quran.
Selain itu Allah SWT mensifati kaum yang
melakukan hal itu dengan sifat yang sangat jelek.
Hal itu
seperti ketika Allah SWT mensifati kaum Yahudi di dalam firman-Nya:
] مَثَلُ
الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ
يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ
اللَّهِ [
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkannya) adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. (QS
al-Jumu'ah [62]: 5)
Melalui ayat tersebut, Allah mensifati kaum
yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya laksana keledai yang membawa
kitab-kitab tebal. Apa yang ada dalam perasaan kita ketika kita tidak
melaksanakan al-Quran, lalu Allah SWT mengumpamakan kita seperti keledai? Orang
yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah Swt. Niscaya akan meneteskan
air mata jika disebut begitu oleh Zat yang dia harapkan ampunan-Nya.
Menjadikan Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup
Al-Quran sejatinya
diturunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk, penjelasan atas petunjuk itu dan
pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan
tercela. Karenanya al-Quran itu harus dijadikan pedoman hidup. Untuk itu
keimanan terhadap al-Quran haruslah totalitas, keseluruhannya, bagian per
bagiannya, dan ayat per ayat yang ada di dalamnya. Mengingkari satu ayat
al-Quran telah cukup menjerumuskan seseorang dalam kekafiran (QS. an-Nisa’
[04]:150-151).
Keimanan terhadap al-Quran itu mengharuskan
untuk tidak bersikap ‘diskriminatif’ terhadap seluruh isi dan kandungan
al-Quran. Tidak boleh terjadi, sikap bisa menerima tanpa reserve hukum-hukum
ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan,
pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Sebab semuanya
sama-sama berasal dari al-Quran dan sama-sama merupakan wahyu Allah SWT.
Karena itu tidak semestinya muncul sikap
berbeda terhadap satu ayat dengan ayat lainnya. Jika ayat Kutiba
‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan atas kalian berpuasa- (QS. al-Baqarah
[02]: 183), diterima dan dilaksanakan, maka ayat Kutiba ‘alaykum
al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash- (QS. al-Baqarah [02]:
178); atau Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan atas kalian
perang- (QS. al-Baqarah [02]: 216) tentu juga harus diterima dan dilaksanakan.
Tidak boleh muncul sikap keberatan, penolakan, bahkan penentangan dengan dalih
apa pun. Sikap ‘diskriminatif’ akan berujung pada terabaikannya sebagian ayat
al-Quran.
Itu
merupakan sikap mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagian lainnya.
Sikap itu diancam oleh Allah akan mendapat kehinaan di dunia dan azab pedih di
akhirat (QS al-Baqarah [2]: 85).
Menjadikan al-Quran sebagai pdoman hidup itu
mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dan
hukum-hukum yang diberikan oleh al-Quran dan hadits Nabi saw, yakni hukum-hukum
syariah Islam. Sebab al-Quran juga memerintahkan kita untuk mengambil apa saja
yang dibawa Nabi saw dan meninggalkan apa saja yang beliau larang (QS al-Hasyr [33]: 7).
Ketentuan dan hukum yang dibawa oleh al-Quran
dan hadits itu mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS. an-Nahl [16]: 89). Berbagai interaksi yang dilakukan
manusia, baik interaksi manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun
dengan sesamanya, semua berada dalam wilayah hukum al-Qur’an dan hadits.
Hanya saja, ada sebagian hukum itu yang hanya
bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan
pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri,
sanksi pidana, dsb. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan
hanya sah dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena itu, menjadikan al-Quran sebagai
pedoman hidup itu tidak akan sempurna kecuali sampai pada penerapan hukum-hukum
syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan totalitas. Dan itu
tidak mungkin kecuali melalui kekuasaan pemerintahan dan dalam bingkai sistem
yang menerapkan syariah, yang tidak lain sistem Khilafah ‘ala minhaj
an-nubuwwah. Peringatan Nuzulul Quran tahun ini hendaknya kita jadikan momentum
untuk berkomitmen mewujudkan semua itu dalam tataran riil. Untuk itu hendaknya
kita renungkan firman Allah SWT:
] فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا
يَشْقَى (123) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنْكًا[
Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat
dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20] 12-124)
If you're looking to lose kilograms then you certainly have to start following this totally brand new tailor-made keto diet.
BalasHapusTo design this service, certified nutritionists, personal trainers, and professional chefs joined together to develop keto meal plans that are powerful, painless, economically-efficient, and delightful.
From their grand opening in January 2019, thousands of individuals have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a smart keto diet can give.
Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-tested ones given by the keto diet.